HIDUP ADALAH PILIHAN

  • HIDUP ADALAH PILIHAN
    Bacaan Alkitab : Kejadian 37:1-11.

    "......kepadamu kuperhadapkan KEHIDUPAN dan KEMATIAN, BERKAT dan KUTUK. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu....." (Ul 30:19).

    Kondisi keluarga, sedikit banyaknya mempengaruhi kehidupan seorang anak, walapun hal ini tidak mutlak. Hal yang sama juga dialami oleh Yusuf ketika ia masih muda. Keluarganya bisa dikatakan "kacau". Ayahnya, Yakub; dikenal sebagai penipu ulung, pilih kasih terhadap anak-anaknya. Dan hal ini menyebabkan timbulnya IRI dan DENGKI dalam keluarganya.

    Sebenarnya Yusuf punya alasan yang kuat untuk menyalahkan dan membenci keluarganya. Tapi Yusuf tidak melakukan hal itu karena ia SADAR bahwa. HIDUP itu adalah PILIHAN dan KEPUTUSAN. Dia sama sekali tidak terpengaruh dengan masa lalunya. Dia tidak mau melemahkan VISI yang Allah berikan kepadanya, yaitu : Menjadi pemimpin di masa depan (Kej. 37:5-9).

    Mungkin saat ini kita sedang mengalami kondisi keluarga yang menyedihkan, orangtua RIBUT setiap hari, orangtua mau CERAI, masa lalu yang suram karena mungkin dulu kita lahir karena "kecelakaan", dan masih banyak HAL BURUK lainnya.

    JANGAN IJINKAN MASA LALU MEMBUATMU MENGASIHANI DIRI SENDIRI dan MEMATIKAN POTENSIMU UNTUK MENJADI PAHLAWAN ALLAH.

    Mungkin ada yang bertanya, "Bagaimana Caranya?"

    PERTAMA : Percayalah bahwa Tuhan MAU dan SANGGUP mengubah kehidupanmu. Serahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan karena Dia mengasihimu.

    KEDUA : Percayalah bahwa Dia sudah mengenalmu sejak dari dalam kandungan dan punya rencana spesial untukmu. Bertanyalah dan jalinlah kedekatan dengan bersekutu secara pribadi dengan-Nya.

    KETIGA : Percayalah bahwa rancangan Tuhan selalu mendatangkan damai sejahtera dan masa depan yang penuh harapan. Ijinkan Dia memimpin langkah-langkah hidupmu.

    KEEMPAT : Semuanya adalah KEPUTUSAN dan PILIHAN pribadimu. Allah memberikan pilihan, yakni Kehidupan dan Kematian, dan kita harus mengambil keputusan untuk memilihnya. Karena keputusan dalam menentukan pilihan, juga akan menentukan MASA DEPAN kita.

    Tentukan Pilihanmu...!!!

    *** Tuhan Memberkati ***

Membalas Dengan Kebaikan

Membalas Dengan Kebaikan
Bacaan Alkitab : Roma 12:9-21

“Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan;
lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!” (Roma 12:17)

Apakah yang akan Saudara lakukan apabila ada orang yang berbuat jahat, melukai Saudara, atau keluarga Saudara? Ketika seseorang mendapat perlakuan yang jahat dari sesamanya, pada umumnya bisa muncul dua sikap, yakni : pasif, menerima dan membiarkan begitu saja diperlakukan semacam itu, atau sebaliknya, bereaksi keras dengan membalas kejahatan itu dengan kejahatan pula.

Dalam pandangan Paulus, bersikap pasif saja ketika menerima perlakuan jahat dari orang lain merupakan tindakan yang tidak tepat, sebab sikap ini tidak akan menyadarkan si pelaku bahwa perbuatannya itu adalah suatu kejahatan. Sikap pasif ini juga tidak akan memulihkan harga diri si korban sendiri yang telah direndahkan dan dirusak. Tetapi juga sebaliknya, bereaksi keras dengan membalas kejahatan dengan kejahatan hanya akan memperbesar konflik dan semakin menjauhkan kedua pihak dari perdamaian. Rasul Paulus menyerukan pentingnya upaya melakukan apa yang baik bagi semua orang, baik bagi si pelaku kejahatan, terlebih lagi bagi si korban itu sendiri.

“Melakukan apa yang baik bagi semua orang”, mengandung arti bahwa hendaknya kita jangan menjadi pasif, yang membiarkan diri kita hanya menjadi “keset” yang bisa diinjak-injak; tetapi juga bahwa kita hendaknya tidak melakukan cara-cara yang dapat merendahkan martabat kita sendiri, yakni membalas dengan kejahatan yang sama. Ketika seorang pencuri sepeda motor tertangkap dan mati dikeroyok massa, yang rendah martabatnya bukan hanya si pencuri itu, tetapi juga orang-orang yang mengeroyoknya!

TUHAN MEMBERKATI

Seribu kebaikan akan dilupakan hanya karena satu kesalahan yang belum tentu salah.
Tapi satu kejahatan tidak akan dilupakan walaupun dengan seribu kebaikan.

BEDA

  • BEDA
    Bacaan Alkitab : Kisah Para Rasul 10:1-48

    Lalu mulailah Petrus berbicara, katanya :
    “Sesungguhnya aku telah mengerti, bahwa Allah tidak membedakan orang…” (Kisah 10:34).

    Perjuangan untuk mencari model hubungan antar agama di Indonesia terus berlangsung. Ulil Abshar-Abdala, salah seorang tokoh perintis dialog antar agama di Indonesia, memimpikan suatu wadah yang dapat diibaratkan sebagai sebuah rumah besar yang didiami bersama oleh berbagai tradisi keagamaan yang berbeda-beda. Di rumah itu, masing-masing tradisi akan mempunyai kamar sendiri, tetapi dapat bertemu di ruang mana saja: di teras, di ruang tamu, bahkan di dapur sekalipun. Mereka bisa bercanda atau bersitegang. Malah tidak menutup kemungkinan, kalau kehidupan bersama sudah akrab, para penghuninya bisa saling melihat, mengintip, bahkan nyelonong masuk ke kamar orang lain.

    Melalui pertemuannya dengan Kornelius, Rasul Petrus belajar memahami bahwa Allah juga mengasihi orang-orang bukan Yahudi. Sebenarnya tidak mudah bagi Petrus untuk berpandangan bahwa Allah juga mengasihi orang-orang bukan Yahudi. Sebagai orang Yahudi, tentulah sejak kecil sudah ditanamkan kepadanya sistem ketahiran. Sistem ketahiran ini mengatur masalah suci dan najis, haram dan halal, yang tidak hanya menyangkut masalah tempat, makanan, tetapi juga dalam hubungan dengan orang-orang. Pada umumnya orang bukan Yahudi dianggap najis. Tetapi pada akhirnya Petrus mengerti bahwa Allah ternyata tidak mebeda-bedakan orang.

    Keterbukaan Paulus kemudian membuka jalur dialog, bukan saja antar dirinya dengan Kornelius, tetapi juga lebih jauh lagi, pada karya Allah bagi banyak orang dari berbagai bangsa dan agama. Dan ini mestinya kita lanjutkan dan perjuangkan terus menerus agar juga terwujud dalam masyarakat kita di Indonesia. Jadilah pelopor-pelopor yang membangun rumah besar itu.

    TUHAN MEMBERKATI

    Jangan menjadikan perbedaan untuk mencari pembenaran akan diri sendiri, tapi jadikanlah perbedaan itu menjadi wadah untuk saling mengenal dan membina hubungan yang lebih harmonis.

Jawaban Doa

  • Jawaban Doa
    Bacaan Alkitab : Matius 7:7-11.

    "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu." (Matius 7:7).

    Kita terlalu sering memandang Tuhan yang Maha Kuasa sebagau Sinterklas alam semesta yang ada di langit. Kita memikirkan doa bukan sebagai permohonan, melainkan sebagai TUNTUTAN. Jika Tuhan tidak mengabulkan, kita mengalami "Krisis Iman", beranggapan bahwa Ia tidak akan menjawa doa kita.

    Permasalahannya adalah; Kita sering salah paham dengan tiga jenis jawaban yang Tuhan berikan, yaitu:

    1. YA.
    Kita menyukai respon ini. Tidak ada yang lebih menyenangkan atau membuat iman kita semakin kuat saat menyaksikan Tuhan memindahkan gunung untuk menyediakan apa yang sebelumnya kita anggap mustahil.

    2. TIDAK.
    Disini masalahnya dimulai. Tetapi kita harus menerima fakta bahwa Tuhan berkata "tidak" pada beberapa permohonan kita. Ini bukan karena Ia tidak peduli, tapi karena Ia sangat MURAH HATI, penuh kasih dan peduli dengan anak-anakNya. Matius 7:11 tidak berkata bahwa Tuhan akan memberikan "segala sesuatu kepada mereka yang meminta kepada-Nya", bukan? Ayat tersebut mengatakan bahwa Bapa di Sorga akan memberikan apa yang BAIK kepada mereka yang meminta. Seringkali, memberikan "apa yang baik" berarti Ia SETUJU terhadap hal-hal yang Ia tahu tidak baik bagi kita.

    3. TUNGGU.
    Jawaban ini bisa menjadi lebih sulit daripada "tidak". Namun, beberapa hal yang baik, benar dan saleh mungkin masih tidak baik bagi kita hari ini. Ingatlah, Tuhan itu KEKAL; Ia melihat segala waktu pada waktu yang sama. Bila Ia menganggap berkat esok hari sebagai kutuk pada hari ini, Ia akan menahannya untuk satu masa hingga kita siap menerimanya.

    Pujilah Tuhan karena telah menjawab permohonan kita seturut dengan cara-Nya.

    Tuhan Yesus Menyertai Kita.

Renungan : Hati-hati Bicara

  • Renungan : Hati-hati Bicara
    Bacaan Alkitab - Amsal 15 : 1-33

    "Lidah orang bijak mengeluarkan pengetahuan,
    tetapi mulut orang bebal mencurahkan kebodohan". (Amsal 15 : 2).

    Berdiri dalam kereta api atau bus antarkota itu biasa, tetapi berdiri dalam pesawat komersial selama 5 jam penerbangan bukan hal yang biasa. Gokhan Mutlu, warga New York, AS mengalami hal ini dalam penerbangan menggunakan Jet Blue Airways dari San Diego ke New York.

    Setelah mendapat laporan bahwa kursi sudah penuh, Mutlu diperbolehkan naik setelah seorang awak pesawat mengatakan akan memberikan kursinya. Tetapi kenyataan berbicara lain, setelah 90 menit penerbangan, Mutlu diminta untuk kembali menyerahkan kursinya ke awak pesawat itu, tidak diberi tempat duduk lain, dan disuruh bertahan di kamar kecil. Pokoknya, Mutlu dibuat malu yang luar biasa selama penerbangan itu. Karena itu, pria ini mengajukan tuntutan ganti rugi sekitar 2 juta dollar AS atau setara Rp. 18,4 miliar kepada perusahaan penerbangan Jet Blue.

    Mungkin ketika tulisan ini dimuat, keputusan sudah dibuat dengan senyum ada di pihak Mutlu atau maskapai JetBlue, namun peristiwa tersebut mengajarkan kepada kita hal yang sangat penting: berhati-hati dengan perkataan yang kita ucapkan tanpa berpikir panjang. Perkataan adalah sesuatu yang tidak dapat ditarik kembali ketika sudah terlanjur terucap.

    Perkataan yang positif dapat menyenangkan hati orang lain, namun perkataan yang negatif termasuk janji palsu dapat menimbulkan masalah. Apa yang dialami oleh Gokhan Mutlu sungguh memalukan dan menjadi kenangan yang tidak terlupakan. Apabila gugatan Mutlu dinyatakan menang, mungkin itu dapat mengobati kekesalannya, sedangkan bagi awak tersebut seharusnya menjadi pelajaran berharga untuk berpikir panjang sebelum mengambil sebuah keputusan. Salomo berkata bahwa lidah orang bijak mengeluarkan pengetahuan. Artinya, apa yang terucap dari bibir orang bijak telah melalui proses telaah pengetahuan, bukan asal terucap.

    Hari ini adalah kesempatan kita untuk melakukan intropeksi. Apakah sepanjang hari ini masih mudah dan begitu enteng berbicara mengambil keputusan tanpa berpikir panjang. Mohonlah kekuatan dari-Nya agar esok kita menjadi orang bijak sehingga setiap keputusan kita dapat bermanfaat bagi banyak orang.

    Berpikir panjang sebelum berkata-kata dapat menghindarkan kita dari masalah-masalah yang sebenarnya dapat dihindari.

MARAH

  • MARAH
    Bacaan Alkitab : Yeremia 32:36-41

    “Sesungguhnya, Aku mengumpulkan mereka dari segala negeri, kemana Aku menceraiberaikan mereka karena murka-Ku, kehangatan amarah-Ku dan gusar-Ku yang besar, dan Aku akan mengembalikan mereka ke tempat ini dan akan membuat mereka diam dengan tenteram.” (Yeremia 32:37)

    Apakah Saudara termasuk tipe orang yang mudah marah ketika kamu dikecewakan oleh seseorang? Ataukah kamu termasuk orang yang sabar dan tidak mudah marah, atau bahkan kamu orang yang tidak bisa marah, walaupun mungkin kamu merasa disakiti?

    Ternyata Tuhan pun bisa marah. Tuhan marah terhadap umat Israel. Kepada umat yang adalah umat kesayangan-Nya itu, Tuhan murka. Tuhan gusar melihat ketidaksetiaan mereka. Dia selalu mengasihi umat-Nya itu, tetapi umat Israel justru selalu menyakiti hati Tuhan. Tuhan menampakkan kemarahan-Nya dengan membiarkan kerajaan Yehuda berada dalam tawanan bangsa Babel. Namun Tuhan tidak marah untuk selamanya. Kemarahan Tuhan ada batasnya. Setelah menampakkan kemarahan-Nya, Tuhan merawat umat-Nya itu kembali, disembuhkan-Nya luka-luka mereka dan dipulihkan-Nya keadaan mereka. Kemarahan Tuhan tidak berakhir dengan kemarahan. Kemarahan Tuhan justru berakhir dengan pengampunan dan rehabilitasi bagi umat yang disayangi-Nya itu.

    Tidak ada yang salah dengan kemarahan, jika itu dengan alasan dan cara yang tepat. Orang Kristen boleh saja marah ketika merasa disakiti, diperlakukan tidak adil, dan tidak dihargai nilai-nilai kemanusiaannya. Menjadi orang yang sabar, tidak berarti tidak boleh marah. Kemarahan adalah suatu bentuk protes kita terhadap ketidakadilan dan dehumanisasi. Yang penting, kemarahan itu diungkapkan untuk membangun kehidupan yang lebih baik bagi semuanya, bukan dengan menghancurkannya.

    TUHAN MEMBERKATI

    Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu. (Efesus 4:26).

Mengapa Harus Memaafkan ?

  • Mengapa Harus Memaafkan ?
    Bacaan Alkitab : Matius 18:21-35.

    Dan ampunilah kami dari kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami. (Matius 6:12).

    Di sebuah pengadilan, seorang pemuda duduk di kursi terdakwa. Ia didakwa membunuh teman sebayanya. Sebelum hakim membaca keputusan, ia bertanya kepada ayah anak yang menjadi korban, "Pemuda ini terbukti bersalah telah membunuh putra Anda. Menurut Anda hukuman apa yang setimpal untuknya?". Bapak tua itu menjawab, "Pak Hakim, anak saya satu-satunya telah meninggal. Hukuman apa pun tidak akan mengembalikan hidupnya. Saya sangat mengasihinya, dan sekarang tidak punya siapa-siapa untuk saya kasihi. Tolong kirimkan terdakwa ke rumah saya, untuk menjadi anak saya".

    Apa reaksi kita terhadap orang pernah menyakiti kita?

    Ingin menghukumnya? Mencoba untuk membuatnya merasakan penderitaan yang kita rasakan, bahkan kalau bisa lebih menderita; BIAR TAHU RASA?

    Memaafkan memang bukan perkara semudah membalikkan telapak tangan. Namun, begitulah yang Tuhan ingin kita lakukan (ayat 22). Lalu, bagaimana melaksanakan kehendak Tuhan itu di tengah keterbatasan kita?

    PERTAMA, sadari bahwa ibarat orang berhutang, kita punya lebih banyak hutang kepada Tuhan, daripada orang lain kepada kita. Dosa kita yang begitu banyak, oleh Kasih Kristus LUNAS DIBAYAR di Kayu Salib. Jadi, kalau utang kita yang segitu banyaknya sudah TUHAN BAYAR LUNAS, mengapa kita masih terus menuntut orang lain "membayar" utangnya kepada kita (Ayat 33) ???

    KEDUA, sadari bahwa menyimpan DENDAM dan KEBENCIAN dalam hati hanya akan menimbulkan ketidaksejahteraan. Hanya menambah beban. Dengan memaafkan sebetulnya kita tengah berbuat baik kepada diri sendiri.

    Catatan :
    Kekuatan seseorang terletak ketika ia bisa memaafkan orang yang menyakitinya.

    Tuhan Yesus Memberkati Kita.

JODOH

JODOH
Bacaan Alkitab : Kejadian 2:8-25

“…tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.” (Kejadian 2:20b).

Seorang pemuda di sebuah gereja menceritakan dengan penuh kesedihan kegagalannya untuk mendapatkan jodoh. Beberapa kali ia telah “menembak” beberapa orang pemudi, tetapi selalu ditolak. Sekali ia mendapatkan gadis idamannya, ehh…orangtuanya lagi yang keberatan dengan pilihannya itu.

Manusia pertama, Adam, juga kesulitan mencari jodoh. Tuhan telah menciptakan segala binatang di darat dan burung-burung di udara dan membawanya kepada Adam untuk diberi nama, sekaligus juga memberi kesempatan bagi Adam untuk mencari jodohnya. Tetapi ternyata Adam tidak menemukannya. Dari segala binatang yang ada, tak ada satu pun yang sepadan dengan Adam. Itulah sebabnya Tuhan kemudian menciptakan perempuan, Hawa, sebagai penolong yang sepadan bagi Adam.

Mencari jodoh itu memang tidak mudah. Ada banyak faktor yang membuat kita bisa tertarik pada orang lain, ataupun sebaliknya, yang membuat orang lain tertarik kepada kita. Tidak perlu malu jika sampai sekarang Saudara masih jomblo (termasuk admin RHK - hehehe). Tak perlu kuatir bahwa Saudara tidak akan mendapat jodoh sepanjang hidup.

Sean Covey dalam bukunya The 7 Habits Highly Effective Teens, menuliskan: Kamu seharusnya tidak merasa berkecil hati kalau ada lawan jenis (yang sungguh kamu ingin jadikan pacar) tidak mau sama kamu. Mungkin kamu anggur yang paling menggiurkan, tetapi mungkin saja yang ia cari adalah pisang. Tetapi jangan kuatir, pasti akan ada yang mencari anggur. Oleh sebab itu, bersabarlah juga dalam mencari jodoh, Tuhan sendiri yang akan mempertemukanmu dengan dia yang akan menjadi penolong yang sepadan bagimu.

TUHAN MEMBERKATI

Catatan :
Teruslah berjalan kedepan karena pasangan yang sepadan dengan Anda juga sedang berjalan ke arah Anda.

Mengkritik

Mengkritik
Bacaan Alkitab : Yesaya 11 : 3-4

“Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi”
(Matius 7:1)

Apakah kita senang menghakimi orang lain? Sangat mudah untuk menemukan kesalahan orang lain di sekitar kita. Sebuah artikel mengatakan bahwa orang yang suka menghakimi orang lain sebenarnya ada dalam bahaya rohani yang besar. Perilaku suka menghakimi dan mengkritik ternyata menghalangi kita berjalan dalam rencana Tuhan dan mengalihkan rencana Tuhan dalam hidup kita.

Mengapa manusia cenderung menghakimi atau mengkritik? Artikel tersebut mengatakan bahwa orang yang mengkritik dan menghakimi sebenarnya adalah orang yang berfokus pada dirinya sendiri. Dia disibukkan dengan kegiatan membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain. Sebagai contohnya, kita seringkali terjebak untuk menemukan kesalahan dan kelemahan dalam diri orang lain untuk membuktikan bahwa kita lebih cantik, pandai, berhikmat, bahkan lebih benar. Ini adalah salah satu bentuk sikap pembenaran diri yang salah.

Beberapa orang malah mengkritik secara tajam ketika orang lain gagal melakukan hal-hal yang ia inginkan. Bahkan frustasi dalam diri kita sendiri dapat menyebabkan munculnya perilaku suka mengkritik. Jika hidup tidak berjalan sesuai dengan hasrat yang kita miliki, kita menyembunyikan frustasi kita dengan menemukan kesalahan pada orang lain.

Sadarkah kita bahwa Tuhan Yesus tidak pernah menyuruh anak-anakNya untuk saling menghakimi? Karena takaran yang kita pakai untuk menghakimi orang lain, kelak akan dipakai oleh Tuhan di tahta pengadilanNya untuk menghakimi kita.

Karena itu mulai hari ini hentikan sikap menghakimi atau mengkritik tajam orang lain karena dengan demikian menghindarkan diri kita dari penghakiman Allah dan sikap munafik. Allah telah menetapkan sejak semula bahwa hanya Dialah yang berhak melakukan penghakiman atas diri manusia. Lantas, apa yang harus kita lakukan bila kita berada di posisi tersebut? Bertobat dan mintalah kekuatan dari Tuhan untuk mengekang dan mengendalikan hati dan pikiran Anda terhadap orang lain. Terimalah orang lain sebagaimana Anda menerima diri Anda sendiri. Jangan lupa terus mengembangkan kasih.

Catatan : Ukuran yang kita pakai untuk menghakimi orang lain, kelak akan dipakai oleh Allah untuk menghakimi diri kita sendir